Jumat, 10 Agustus 2012

Suara Masih Kecil





YESUS - KAMI ELOHIM


Kejadian 1:1 Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.
Biarlah sangat jelas. Dari kedua sudut pandang Alkitab dan pengalaman, ada satu Allah yang benar dan hidup. Kami menegaskan hal ini melalui iman kita, keselamatan kita dan gaya hidup kita.
Namun di tengah-tengah dunia Kristen, ada yang menyajikan kepada kita sudut pandang yang berbeda dari kebenaran sederhana dan tidak berubah. Menariknya, mereka memilih untuk membaca ayat-ayat yang sama dari Alkitab dan dari mereka menarik kesimpulan yang sangat berbeda dari kedua orang Yahudi Perjanjian Lama diselenggarakan dan Gereja Apostolik Kitab Kisah Para Rasul diadakan.
Pada awal cerita Alkitab kita membaca: dan contoh dari hal ini
Kejadian 1:26 Berfirmanlah Allah: Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa kita, dan membiarkan mereka memiliki kekuasaan atas ikan di laut, dan selama unggas dari udara, dan atas ternak dan atas seluruh bumi , dan lebih dari segala binatang melata yang melata di atas bumi.
Berulang kali kita mendengar beberapa "ahli" mengatakan bahwa ini berarti Tuhan itu jamak - sehingga sebuah trinitas.
Apakah 21 st bukan Yahudi abad memahami Ibrani era bukti Lama lebih baik dari orang Yahudi?Bisakah satu bahkan membayangkan seseorang yang mengambil tahun derap SMA Prancis ke Sorbonne untuk memberikan beberapa petunjuk tentang seluk-beluk plusque-parfait?
Sementara diakui bahwa verbiage adalah jamak di alam, tentu tidak bertentangan dengan Kejadian untuk dekrit Wahyu dari Firman Kudus bahwa Allah adalah SATU.
Dr Efraim Sebuah Speiser memberitahu kita bahwa meskipun kata ganti jamak digunakan, rasa tunggal yang dimaksud. "Di sini Allah menyebut diri-Nya, yang dapat menjelaskan sebuah konstruksi yang lebih formal dalam bentuk jamak."
Mari kita perhatikan beberapa penjelasan untuk penggunaan kalimat "Biarkan kami".
1. Sebuah " Plural Sastra ".
Digunakan sepanjang zaman, yang "Plural Sastra" adalah penggunaan umum dari kata ganti jamak (kami, kita, mereka) padahal sebenarnya ada satu subjek yang ditangani. Dapatkah kita menyimpulkan bahwa hal ini terjadi dalam Kejadian 1:26? Ayat berikutnya menjawab maksud dari penulis.
Kejadian 1:27 Maka Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.
Teman trinitarian kami lebih suka keadaan ayat: "Maka Allah menciptakan manusia itu menurutmereka gambar sendiri, menurut gambar Allah diciptakan mereka dia, laki-laki dan perempuan diciptakan mereka mereka "... Namun, TIDAK!
Bentuk jamak sastra digunakan oleh semua penulis dalam semua kebudayaan. Satu dapat menemukan contoh ini dalam bagian-bagian Perjanjian Baru ditulis oleh Paulus. Contoh juga dapat ditemukan dalam Perjanjian Lama. ( Ezra 4:18 Surat yang kamu mengutus kepada kitatelah telah jelas dibaca sebelum saya.)
2. Para malaikat
Gagasan lain yang masuk akal, didukung oleh banyak orang, adalah bahwa Allah berbicara kepada para malaikat. Mengapa kita menarik kesimpulan seperti itu?
  1. Roh-yang Satu telah mengidentifikasi diri-Nya sebagai Sang Pencipta. Jika sang pencipta sedang berbicara kepada seseorang di luar diri-Nya, Ia sedang berbicara kepada seseorang atau orang lain yang tidak Tuhan!
  2. Tuhan bisa saja memberitahukan penghuni surga, karena mereka terus-menerus di hadirat-Nya, melakukan perintah-Nya dan melayani-Nya.
Contoh ini dapat dilihat sebagai berikut:
1 Raja-raja 22:19 Aku melihat TUHAN duduk di atas takhta-Nya dan segenap tentara surga berdiri di sebelah kanan-Nya dan di kirinya.
2 Raja-raja 19:15 Dan Hizkia berdoa di hadapan Tuhan, dan berkata, ya Tuhan Allah Israel, yang dwellest antara kerub, Engkaulah Tuhan, bahkan kamu sendiri, dari semua kerajaan di bumi, engkau telah menjadikan langit dan bumi .
3. Jamak dari Yang Mulia!
Penjelasan yang paling mungkin dan paling banyak diterima kalimat "Marilah kita" dalam Kejadian 1:26 adalah apa yang digambarkan sebagai "jamak intensif" - Dr William Smith menyebutnya "jamak dari keagungan". "Elohim adalah bentuk jamak, yang sering digunakan dalam bahasa Ibrani untuk menunjukkan kepenuhan kekuasaan". ( JH Hertz, Pentateuch dan Haftorahs, hal 5)
Dengan ini, kita masuk ke inti dari diskusi kita dan itu adalah bahwa kata sangat "Allah", seperti yang digunakan dalam hal ini dan banyak ayat lainnya dalam Perjanjian Lama, adalah ELOHIM, yang dalam bahasa Ibrani adalah kata jamak.
Namun, sementara kita mempertimbangkan dan mengakui sifat jamak dari ELOHIM, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan sebelum satu membuat lompatan teologis dalam gelap ke dunia menyimpulkan bahwa ini menyiratkan atau memperkuat konsep trinitas dalam ketuhanan .
Silakan mempertimbangkan bahwa "EL" akar "ELOHIM", mengacu pada kekuasaan dan kekuatan dan kekuasaan.
Yesaya 9:6 Untuk kepada kami seorang anak lahir, bagi kita seorang putra diberikan: lambang pemerintahan ada di atas bahunya: dan namanya akan disebut Wonderful, Counselor, The perkasa Tuhan (EL), Bapa yang kekal, The Pangeran Perdamaian.
Jadi Elohim dapat menunjukkan kegenapan kekuatan ilahi - jumlah semua kekuatan ilahi yang ditampilkan oleh Allah.
2.000 + kali para penulis PL berbicara tentang Tuhan sebagai "Elohim". Mereka berteriak, berbicara tentang dan menggambarkan SATU yang adalah Allah yang Perkasa!
Lain "Elohims" - Trinitas lain?
Jika kita, karena beberapa memberitahu kami, untuk menyimpulkan bahwa "Elohim" berarti pluralitas dewa atau bahkan orang-orang, orang bisa berharap pembuktian sejarah. Alkitab menyediakan sejumlah contoh di mana dewa-dewa lainnya disebut menggunakan kata yang sama "ELOHIM". Jika kata-kata Ibrani cocok untuk kesimpulan alami yang Allah karena itu trinitas, satu bisa diharapkan bahwa dewa-dewa lain yang dibicarakan, atau ditangani, sebagai "elohim" juga akan Trinitas atau kemajemukan lainnya di alam mereka.
Hakim 11:24 Bukankah engkau akan memiliki yang diberi oleh Kamos Mu tuhan (elohim) kepadamu untuk memilikinya? Jadi barang siapa Tuhan kita Allah (ELOHIM) harus mengusir dari depan kita, mereka akan kita miliki.
Hakim 8:33 Dan terjadilah, segera setelah Gideon mati, bahwa orang Israel berbalik lagi, dan pergi melacur dengan Baalim, dan Berit mereka tuhan (elohim).
Hakim 16:02 3 Kemudian raja kota orang Filistin mengumpulkan mereka bersama-sama untuk menawarkan pengorbanan besar kepada Dagon mereka dewa , (elohim) dan untuk bersukacita, karena mereka berkata, kami tuhan   (elohim) telah disampaikan Simson musuh kita ke tangan kita.
2 Raja-raja 1:2, 3 Dan suatu hari jatuhlah Ahazia kisi kamar atasnya yang ada di Samaria, lalu menjadi sakit dan dia mengirim utusan, lalu berkata kepada mereka: Pergilah, mintalah Baalzebub para dewa dari Ekron apakah aku akan sembuh penyakit ini. 3 Tetapi malaikat TUHAN berkata kepada Elia, orang Tisbe itu, Bersiaplah, pergilah menemui utusan-utusan raja Samaria dan katakan kepada mereka: Apakah bukan karena tidak ada Tuhan (ELOHIM) di Israel , supaya kamu pergi untuk meminta petunjuk dari Baalzebub para dewa (elohim) di Ekron?
2 Raja-raja 19:37 Dan terjadilah, ketika ia sedang beribadat di rumah Nisroch nya tuhan(elohim), Adramelekh dan Sarezer bahwa anak-anaknya membunuh dia dengan pedang, dan mereka meloloskan diri ke tanah Armenia. Dan Esarhaddon anaknya, menjadi raja menggantikan dia.
1 Raja-raja 11:05 Salomo pergi setelah Asytoret para dewi (elohim) dari Sidon, dan Milkom, setelah kekejian bani Amon.
Tuhan Allah!
Dimulai pada Kejadian 2:4 : ( Ini adalah riwayat langit dan bumi pada waktu diciptakan, pada hari itu TUHAN Allah menjadikan bumi dan langit), ada hubungan tak terpisahkan antara Allah (Elohim) dan nama lain bahkan lebih mencatat atau judul Allah YHWH
YHWH berarti "Satu Diri yang Ada, Yang Abadi". Ini menekankan adanya !
Jika, seperti Kitab Suci menunjukkan kepada kita, YHWH adalah Allah PL, maka YHWH sendiri adalah Elohim.YHWH dan ELOHIM adalah satu dan sama: sebuah entitas tunggal yang dikenal dengan judul yang berbeda tapi satu dalam substansi, kecerdasan, tujuan, akan dan sedang.
Sebagaimana Allah kemudian mengungkapkan diriNya kepada orang pilihan-Nya, Ia melakukannya dengan memperkenalkan diriNya sebagai YHWH, Elohim Israel.
Kejadian 17:1 ... Akulah Allah Yang Mahakuasa (El); berjalan sebelum aku, dan jadilah engkau sempurna.
Penting untuk dicatat bahwa Allah ini, ELOHIM, menyatakan, "I AM" TIDAK "KAMI"
Kejadian 17:7, 8 ... untuk menjadi Allah (Elohim) kepadamu, dan untuk keturunanmu setelah engkau. ... Aku akan menjadi Allah mereka (Elohim).
Sekali lagi kami perhatikan ELOHIM (kata jamak) menyatakan, "saya" TIDAK "KAMI"!
Dia mengungkapkan diri-Nya sebagai ELOHIM ini untuk semua para leluhur dan orang-orang besar dari Perjanjian Lama:
  • Ishak: Kejadian 26:24 , Akulah Elohim dari ayahmu Abraham.
  • Yakub: Kejadian 28:13 Akulah YHWH Elohim ayahmu Abraham, Elohim Ishak
  • Musa: Keluaran 16:12 kamu akan mengetahui bahwa Akulah YHWH Elohim Anda.
  • Israel: Keluaran 24:9-10 mereka melihat Tuhan Israel: dan ada di bawah nya kaki seolah-olah sebuah karya beraspal dari batu safir, dan seolah-olah tubuh surga dalam kejelasan nya.
  • Yesaya: Yesaya 44:6 Beginilah firman YHWH Raja Israel dan Penebusnya YHWH semesta alam: Akulah yang pertama, dan saya yang terakhir, dan di sebelah saya tidak ada Elohim.
  • Yeremia: Yeremia 10:10 Tetapi YHWH adalah Elohim yang benar, ia adalah Elohim yang hidup, dan seorang raja yang kekal:
  • Yehezkiel: YHWH (ratusan kali) secara konsisten menyatakan keesaan sangat alam-Nya - dengan menggunakan kata ganti "Aku" - PERNAH "Kami".

Dalam tulisan-tulisan Musa jika ditemukan deklarasi ini:
Ulangan 04:06 Kepada engkau itu kebangsaan dan asal usulnya, bahwa engkau mightest tahu bahwa YHWH Elohim dia; tidak ada yang lain selain DIA.
Oleh karena itu kita dapat menyimpulkan bahwa YHWH, atau ELOHIM, sangat bersikeras bahwa Dia adalah SATU - dalam setiap arti kata.
Hanya satu "EL"!
Sebagai Elohim hanyalah jamak dari "EL", maka orang akan menemukan beberapa "EL" itu dalam Alkitab, jika bahkan ada implikasi sedikit dari sejumlah orang / dewa / entitas dengan kata "ELOHIM".
Namun kesaksian Alkitab menegaskan hanya EL tunggal - yang adalah YHWH. Sekali lagi kita melihat wahyu Allah berulang dengan yang Dia memilih dalam Perjanjian Lama sebagai pemimpin umat-Nya.
Daud: Mazmur 68:35 EL Israel adalah dia yang memberi kekuatan dan kekuasaan kepada rakyatnya.
Yesaya: Yesaya 46:9 karena Aku EL, dan tidak ada yang lain, Akulah ELOHIM, dan tidak ada yang seperti saya,
Yesaya 45:22 Pandanglah Aku, dan akan kamu diselamatkan, ... karena Aku EL, dan tidak ada yang lain.
Yesaya 45:23 ... ada ELOHIM yang lain di samping EL; ... tidak ada di sampingku.
Yesaya 43:10 di depan saya tidak ada EL terbentuk, tidak akan ada setelah saya.
Kesimpulan dari hal:  Tuhan dari Perjanjian Lama, yang disebut YHWH, ELOHIM, EL dan judul lainnya adalah SATU. Bahkan ketika jamak kata benda dan kata ganti yang digunakan, Dia menegaskan kembali esensi tunggal-Nya berulang-ulang. Ini Vergès sangat menggelikan untuk pria dari 21 st abad untuk membusungkan diri mereka dengan bangga dan menyatakan diri mereka untuk lebih bijaksana dalam bahasa Ibrani daripada mereka yang berbicara itu dari awalnya.Bahwa orang-orang kuno yang sama, bangsa Israel atau orang Yahudi, yang hidup dan mati bernapas sebuah keyakinan yang menyatakan, "Dengarlah hai orang Israel Tuhan kita Allah (YHWH ELOHIM kita), Tuhan itu esa!"
Seperti Dr William Smith, penulis Smith Bible Dictionary menyatakan: " Bentuk jamak dari Elohim telah menimbulkan banyak diskusi. Ide aneh yang mengacu pada trinitas dalam Ketuhanan hampir tidak menemukan sekarang pendukung di kalangan sarjana. Hal ini baik apa yang sebut ahli tata bahasa bentuk jamak dari keagungan , atau itu menunjukkan kepenuhan dari kekuatan ilahi,jumlah kekuatan yang ditampilkan oleh Allah.

Sabtu, 11 Februari 2012

ALLAH MEMPUNYAI ROH


MUTIARA SUKSES KARYA YESUS


ROH KUDUS DI DALAM PERJANJIAN LAMA

Nas : Yoel 2:28-29
Ayat: "Kemudian dari pada itu akan terjadi bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia, maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat; orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan. Juga ke atas hamba-hambamu laki-laki dan perempuan akan Kucurahkan Roh-Ku pada hari-hari itu."
Roh Kudus adalah salah satu dari tiga oknum dari tritunggal Allah yang kekal
(lihat cat. --> Mr 1:11;
[atau --> Mr 1:11]
Walaupun kuasa-Nya yang penuh tidak dinyatakan kepada umat Allah sebelum pelayanan Yesus
dan kemudian, pada hari Pentakosta (lih. Kis 2:1-47), terdapat bagian-bagian PL yang mengacu kepada Dia dan karya-Nya. Artikel ini membahas ajaran-ajaran PL tentang Roh Kudus.
ISTILAH YANG DIPAKAI.
Kata bahasa Ibrani untuk "Roh" adalah _ruah_, suatu kata yang kadang-kadang diterjemahkan dengan "angin" atau "nafas". Jadi, acuan-acuan PL kepada nafas Allah atau angin dari Allah (mis. Kej 2:7Yeh 37:9-10) juga dapat mengacu kepada karya Roh Kudus.
KARYA ROH KUDUS DALAM PERJANJIAN LAMA.
Alkitab menguraikan berbagai aktivitas Roh Kudus di zaman PL.
  1. 1) Roh Kudus memainkan peranan aktif dalam penciptaan. Ayat kedua di Alkitab kedua mengatakan bahwa "Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air" (Kej 1:2), bersiap-siap untuk firman kreatif Allah untuk membentuk dunia. Baik Firman Allah (yaitu, oknum kedua dalam Tritunggal) maupun Roh Allah menjadi pelaksana dalam penciptaan (lih. Ayub 26:13Mazm 33:6;
    lih. art.PENCIPTAAN).
    Roh juga adalah pencipta kehidupan. Ketika Allah menciptakan Adam, niscaya Roh Allah yang menghembuskan nafas hidup ke dalam dirinya (Kej 2:7; bd. Ayub 27:3), dan Roh Kudus tetap terlibat dalam memberikan hidup kepada makhluk-makhluk ciptaan Allah (Ayub 33:4Mazm 104:30).
  2. 2) Roh itu aktif dalam menyampaikan amanat Allah kepada umat-Nya. Misalnya, Roh Kuduslah yang mengajar orang Israel di padang gurun (Neh 9:20). Ketika para pemazmur Israel memanjatkan puji-pujian mereka, hal itu dilakukan dengan Roh Tuhan (2Sam 23:2; bd. Kis 1:16,20). Demikian pula, para nabi diilhami oleh Roh Allah untuk memberitakan firman-Nya kepada umat itu (Bil 11:291Sam 10:5-6,102Taw 20:14; 24:19-20Neh 9:30Yes 61:1-3Mi 3:8Za 7:12; bd. 2Pet 1:20-21). Menurut Yehezkiel, salah satu kunci untuk menemukan nabi palsu ialah bahwa mereka "bernubuat sesuka hatinya" dan bukan dari Roh Allah (Yeh 13:2-3); tetapi, perhatikan, bahwa ada kemungkinan Roh Allah menghinggapi seorang yang hubungannya tidak benar dengan Allah agar ia menyampaikan berita yang benar tentang umat Allah
    (lihat cat. --> Bil 24:2).
    [atau --> Bil 24:2]
  3. 3) Kepemimpinan umat Allah pada zaman PL dikuasai oleh Roh Tuhan. Musa, misalnya, adalah seorang yang dipenuhi Roh Allah sedemikian rupa sehingga ia ikut merasakan perasaan Allah, menderita bersama-Nya dan menjadi marah terhadap dosa bersama Dia
    (lihat cat. --> Kel 33:11;
    [atau --> Kel 33:11]
    bd. Kel 32:19). Ketika Musa dengan taat memilih tujuh puluh tua-tua untuk membantunya memimpin bangsa Israel, Allah mengambil Roh yang ada pada Musa dan menaruh-Nya atas mereka (Bil 11:16-17;
    lihat cat. --> Bil 11:12).
    [atau --> Bil 11:12]
    Demikian pula, ketika Yosua ditugaskan untuk menggantikan Musa sebagai pemimpin, Allah menunjukkan bahwa "roh" (yaitu Roh Kudus) ada di dalam dirinya
    (lihat cat. --> Bil 27:18).
    [atau --> Bil 27:18]
    Roh yang sama menguasai Gideon (Hak 6:34), Daud (1Sam 16:13) dan Zerubabel (Za 4:6). Dengan kata lain, di dalam PL syarat terpenting yang diperlukan untuk kepemimpinan adalah kehadiran Roh Allah.
  4. 4) Roh Allah juga dapat datang atas orang-orang tertentu untuk membekali mereka bagi tugas khusus. Contoh terkemuka dalam PL adalah Yusuf yang menerima Roh untuk memungkinkan dia berfungsi secara efektif dalam pemerintahan Firaun (Kej 41:38). Perhatikan juga Bezaleel dan Oholiab yang dipenuhi Roh Allah untuk melaksanakan berbagai karya seni yang perlu dalam pembangunan Kemah Suci dan juga mengajar orang lain (lih. Kel 31:1-11; 35:30-35). Pengertian "dipenuhi Roh Kudus" di sini tidaklah persis sama dengan baptisan Roh Kudus dalam PB Dengan kata lain, dalam PL, Roh Kudus datang atas dan menguasakan hanya sedikit orang pilihan untuk pelayanan khusus bagi Allah
    (lihat cat. --> Kel 31:3).
    [atau --> Kel 31:3]
    Roh Tuhan menghinggapi banyak hakim, seperti Otniel (Hak 3:9-10), Gideon (Hak 6:34), Yefta (Hak 11:29) dan Simson (Hak 14:5-6Hak 15:14-16); contoh-contoh ini menyatakan prinsip abadi Allah bahwa ketika Dia memilih untuk memakai seorang secara luar biasa, Roh Tuhan turun di atas mereka.
  5. 5) Juga ada sesuatu kesadaran dalam PL bahwa Roh Tuhan ingin menuntun seorang pada tingkat kehidupan benar; Daud menegaskan hal ini dalam beberapa mazmurnya (Mazm 51:12-15; 143:10). Umat Allah yang mengikuti jalan mereka sendiri dan tidak mendengarkan Allah sebenarnya menolak untuk mengikut jalan Roh
    (lihat cat. --> Kej 16:2).
    [atau --> Kej 16:2]
    Orang yang lalai untuk hidup sesuai dengan Roh Allah sudah pasti mengalami suatu bentuk hukuman Allah
    (lihat cat. --> Bil 14:29;
    lihat cat. --> Ul 1:26).
    [atau --> Bil 14:29Ul 1:26]
  6. 6) Perhatikan bahwa pada zaman PL Roh Kudus turun atas atau memenuhi hanya beberapa orang, menguasakan mereka untuk melayani atau bernubuat. Tidak ada pencurahan Roh Kudus secara umum atas semua orang Israel (bd. Yoel 2:28-29Kis 2:4,16-18); pencurahan Roh dalam arti yang lebih luas ini baru dimulai pada hari raya Pentakosta. (Kis 2:1-47).
JANJI KUASA SEPENUHNYA DARI ROH.
PL memandang ke depan pada zaman Roh yang akan datang, yaitu zaman PB.
  1. 1) Pada beberapa peristiwa, para nabi bernubuat tentang peranan yang akan dimainkan Roh di dalam hidup Mesias yang akan datang. Yesaya secara khusus melukiskan Raja dan Hamba Tuhan yang akan datang sebagai Dia yang atasnya Roh Allah akan tinggal secara khusus (lih. Yes 11:1-2; 42:1Yes 61:1-3). Ketika Yesus membaca dari Yes 61:1-11 di sinagoge Nazaret, Dia mengakhirinya dengan mengatakan "Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya" (Luk 4:21).
  2. 2) Nubuat PL lainnya memandang ke depan ketika akan terjadi pencurahan Roh Kudus secara umum atas semua umat Allah. Bagian yang paling terkemuka ialah Yoel 2:28-29, nas yang dikutip pada hari Pentakosta oleh Petrus (Kis 2:17-18); tetapi berita yang sama juga dapat dijumpai dalam Yes 32:15- 17; 44:3-5; 59:20-21Yeh 11:19-20Yeh 36:26-27; 37:14; 39:29. Allah berjanji bahwa ketika hidup dan kuasa Roh-Nya akan turun atas umat-Nya, mereka akan disanggupkan untuk bernubuat, melihat penglihatan, mendapat mimpi-mimpi nubuat, hidup dengan taat, kudus dan benar, dan bersaksi dengan kuasa besar. Jadi nabi-nabi PL melihat ke depan dan bernubuat tentang zaman Mesias ketika pencurahan dan pemenuhan Roh Kudus atas seluruh umat manusia akan terjadi; akhirnya hal itu terjadi pada hari Pentakosta (sepuluh hari setelah Yesus naik ke sorga), dengan hasil penuaian keselamatan yang besar (bd. Yoel 2:28,32Kis 2:41; 4:4; 13:44,48- 49).

SUMBER :SABDA ALKITAB


Tujuh Mutiara Sukses Di Golgota


MUTIARA SUKSES KARYA YESUS






 TUJUH MUTIARA SUKSES DI GOLGOTA
            Tidak dapat disangkal oleh siapapun di dunia ini bahwa hidup dan pelayanan Yesus Kristus adalah hidup dan pelayanan yang sukses. Dalam inkarnasinya di dunia ini, Dia sukses menyelesaikan misi yang diembankan Allah Bapa kepadaNya. HidupNya dan pelayanannNya telah menjadi ‘berkat’ bagi banyak orang. KematianNya diatas kayu salib di Golgota juga merupakan sukses besar yang menggenapkan keselamatan bagi manusia yang berdosa. KebangkitanNya dari antara orang mati juga adalah sukses yang unggul menaklukkan kuasa maut, kuasa dosa, dan kuasa Iblis. Lalu kenaikanNya ke sorga juga adalah sukses besar yang membawaNya duduk di sebelah kanan Bapa, berkuasa bersama-sama Allah di tempat yang Maha Tinggi. Hidup dan pelayanannya di dunia ini telah selesai dijalankanNya dengan sukses. Yesus Kristus jugalah yang ditentukan Allah menjadi Hakim Agung atas seluruh umat manusia pada hari kiamat nanti. Dari pribadi dan karya Yesus Kristus kita melihat teladan yang sempurna dari sebuah hidup dan pelayanan yang sukses di dunia dan di akhirat.  

Dari seluruh aspek hidup dan pelayanan Yesus Kristus sesungguhnya kita bisa belajar banyak pelajaran penting, ibarat ‘mutiara sukses’ yang bertebaran di sepanjang hidupNya di dunia ini hingga kenaikanNya ke sorga. Namun dalam pasal ini, saya khusus akan mengajak Anda belajar dari tujuh mutiara sukses yang ada pada diriNya ketika Dia disalibkan diatas kayu salib, di Golgota. Diatas kayu salib itu Yesus Kristus mengucapkan ‘tujuh kalimat agung dan mulia’ yang memiliki makna yang sangat dalam. Memang secara khusus, semua perkataan tersebut sangat erat hubungannya dengan rencana keselamatan Allah yang disediakan bagi manusia yang berdosa; namun secara umum juga memiliki makna dan aplikasi yang relevan bagi kehidupan dan pelayanan umat percaya di muka bumi ini. Saya yakin dari perkataan-perkataanNya kita bisa memetik ‘mutiara sukses’ bagi hidup dan pelayanan kita demi terwujudnya kesuksesan di dunia dan di akhirat.

  1. Pengampunan Yang Agung:
Kalimat pertama yang diucapkan Tuhan Yesus Kristus diatas kayu salib adalah: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat!” (Lukas 23:34). Ini adalah perkataan kasih yang sangat agung, mulia, dalam, lebar, tinggi, dan luas. Kasih yang tulus, tanpa pamrih, tanpa syarat dan penuh pengampunan yang agung. Ada cukup banyak alasan bagi Tuhan untuk tidak mengampuni mereka yang menjadi ‘musuh’Nya, bukan? Mulai dari ahli Taurat, orang Farisi, kelompok Sanhedrin, Yudas Iskariot,  Pilatus, Herodes, dan khalayak ramai yang terpengaruh oleh permainan politik dan kejahatan manusia. Namun Tuhan Yesus tetap mengampuni mereka secara total.

Dalam hidup dan pelayanan di dunia ini, tidak jarang kita menghadapi orang-orang yang irasional, hipokrit, keras kepala, dan bersifat ‘aneh’ lainnya, yang “tidak tahu apa yang mereka perbuat” – padahal sungguh tahu jelas, atau sengaja tidak mau tahu, atau sok tahu, dan bahkan merencanakan pengetahuan kejahatannya. Bagaimana reaksi Anda terhadap orang-orang sedemikian dalam hidup Anda?  Marilah kita belajar dari mutiara sukses Tuhan Yesus yang memberikan pengampunan yang agung bagi semua ‘musuh’Nya. Sesungguhnya, kasih yang saling mengampuni merupakan salah satu fondasi terpenting dalam hidup dan pelayanan yang sukses. Tanpa praktek mengasihi dan mengampuni dengan tulus, seperti yang ditunjukkan oleh Tuhan Yesus, sesungguhnya hidup dan pelayanan kita akan gagal. Karena hati yang membenci, yang pahit, dan penuh dendam kesumat akan menghancurkan diri kita sendiri. Sebaliknya hati yang mengampuni dengan tulus adalah ‘obat’ yang akan menyembuhkan dan menyegarkan setiap aspek hidup dan pelayanan kita

Suatu kali, seorang dosen dalam sebuah Sekolah Alkitab ingin mengajarkan kepada para mahasiswa pelajaran bagaimana pentingnya mengampuni orang lain. Dia meminta para mahasiswa membawa sebuah kantong plastik dan beberapa buah kentang ke kelas pada pertemuan esok. Ketika semua mahasiswa masuk ke kelas pada keesokannya, dia meminta para mahasiswa mengingat-ingat apakah dalam hidup mereka ada ‘musuh’ yang mereka benci dan belum atau tidak bisa diampuni. Bila ada, ambillah sebuah kentang yang ada, lalu tuliskanlah nama mereka di kentang itu. Bila ada nama lain, ambil lagi kentang kedua, dan tuliskan juga namanya. Demikianlah seterusnya. Setelah semuanya ditulis, kentang-kentang itu harus dimasukkan ke dalam kantong plastik yang ada, dan mereka diharuskah membawa kentang-kentang itu setiap hari kemanapun mereka pergi. Mulai dari bangun pagi, pergi ke kamar mandi, ke ruang makan, ke ruang kelas, ke perpustakaan, ke lapangan olah raga, hingga ke tempat tidur di malam hari. Kantong yang berisi kentang-kentang itu harus terus dibawa kemana saja, kapan saja, dan dalam keadaan apa saja. Sampai kapan?  Sampai orang yang mereka benci dan dendam itu bisa diampuni dengan tulus. Bila ada satu nama yang bisa diampuni, satu kentang yang bertuliskan nama orang itu boleh dibuang. Demikianlah seterusnya yang kedua, ketiga dan sampai yang terakhir. Bila belum bisa mengampuni kantong yang berisi kentang otu harus terus dibawa. Apa yang terjadi? Ternyata kentang-kentang yang bertuliskan nama-nama itu lama kelamaan mulai membusuk, dan mahasiswa yang belum bisa mengampuni musuhnya harus terus membawa kentang-kentang busuk itu. Akhirnya dalam waktu seminggu, semua mahasiswa yang ada mulai tidak tahan, dan mulai satu persatu mendoakan musuh-musuh yang belum atau tidak bisa diampuni itu, hingga kesemua musuh itu bisa diampuni dengan tulus. Hasilnya? Semua mahasiswa mengalami kesembuhan bathin dan kesegaran hidup yang lebih dinamis, lebih efektif, dan lebih unggul.
Sesungguhnya, bila kita sudah menerima kasih dan pengampunan dari Allah melalui pengorbanan Yesus Kristus, pastilah kita akan diberikan kekuatan dan kemampuan untuk mengampuni dan mengasihi sesama kita termasuk musuh-musuh kita, bukan?  Rasul Yohanes menuliskan Firman Tuhan, «Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita. Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya.”  (I Yohanes 4 :19-21).
  1. Tanggung Jawab Keluarga :

Kalimat agung kedua yang diucapkan Tuhan Yesus diatas salib di Golgita adalah : “Ibu, inilah anakmu!”  . . . “Inilah Ibumu!” (Yohanes 19:26-27).  Perkataan “Ibu, inilah anakmu!” diucapkan oleh Tuhan Yesus kepada Maria sambil menunjukkan Yohanes yang ada di kaki salib itu. Seolah-olah dia berkata kepada Maria: «Ibu, inilah Yohanes muridKu. Setelah Aku mati nanti, aku tidak bersamamu lagi. Yohanes muridKu inilah yang ‘menggantikan’ aku untuk memelihara engkau selama di dunia ini.»  
Sedangkan ucapan “Inilah Ibumu!” diucapkan oleh Tuhan Yesus kepada Yohanes, murid yang paling dikasihiNya. Seolah-olah Dia berkata kepada Yohanes: «Yohanes, muridKu mulai saat ini ambillah Maria sebagai ibumu dan peliharalah Dia. Tolong gantikan diriKu dalam merawat ibu yang pernah aku ‘pinjam’ rahimnya untuk inkarnasi ke dunia ini.» 
Dengan kata lain, secara jasmaniah, Tuhan Yesus membangun hubungan “ibu-anak” antara Maria dan Yohanes untuk menunjukkan tanggung jawabNya sebagai “Anak” yang pernah meminjam rahim Maria untuk inkarnasi ke muka bumi ini. Perhatikan bahwa Tuhan Yesus tidak meminta Yohanes untuk men’dewa’kan Maria hingga menjadi seorang ‘pengantara’ kepada Bapa. Saya yakin Maria sendiri tidak mau ‘didewakan’ atau dipuja sama seperti Tuhan Yesus. Dia pasti merasa tidak layak untuk dijadikan sebagai ‘pengantara doa’ atau ‘pendamping Kristus’ yang menebus dosa manusia (‘co-redemptrix of Christ’) seperti yang diyakini dan dilakukan oleh sebagian orang di dunia ini.

Mutiara sukses apa yang kita pelajari dari ucapan kedua dari Tuhan Yesus di Golgota? Orang yang ingin sukses haruslah memperhatikan tangung jawab keluarganya dengan baik. Sesibuk apapun kita dalam hidup dan dalam mengerjakan tugas pelayanan, kita tidak boleh mengabaikan tanggung jawab keluarga sesuai dengan peranannya masing-masing. Berhati-hatilah agar kesibukan-kesibukan pelayanan tidak sampai membahayakan hubungan yang harmonis dalam keluarga, baik itu hubungan suami-istri atau hubungan orang tua-anak, anak-dengan anak, mertua dan menantu, hubungan saudara dengan saudara, dan hubungan keluarga lainnya. Sesungguhnya, keluarga yang sehat merupakan salah satu ukuran keberhasilan dalam hidup dan pelayanan kita di mata manusia dan di mata Tuhan. Rasul Paulus menegaskan bahwa seorang pemimpin rohani yang mau melayani haruslah “seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh anak-anaknya. Jikalau seorang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri, bagaimanakah ia dapat mengurus Jemaat Allah?” (I Timotius 3:4-5).
Kita hidup di dunia Posmo yang amat rapuh dan kacau dalam hubungan manusia, termasuk hubungan keluarga. Perkawinan dan perceraian dimana-mana sudah merupakan hal yang lumrah dan diangap normal. Norma-norma dan nilai-nilai keluarga yang luhur sudah ditinggalkan dan dianggap kolot. Penyimpangan-penyimpangan dalam hubungan keluarga dan hubungan seksual dianggap biasa, bahkan ada penuntutan agar orang lain harus menghargai ‘hubungan abnormal’ yang sedemikian. Sungguh, hubungan manusia dan keluarga sudah kacau dan ‘gila’. Coba perhatikan cerita dibawah ini.
Sambil tertawa polos seorang pemuda menceritakan masalah keluarganya: “Beberapa tahun lalu, saya menikah dengan seorang janda muda yang sudah memiliki seorang anak perempuan yang sudah remaja. Jadi, anak gadis itu menjadi anak angkat saya. Anehnya, setahun kemudian, anak angkat saya itu ternyata menikah dengan ayah saya yang memang masih gagah. Nah, dengan demikian anak angkat saya sekarang menjadi ibu angkat saya, dan lucunya, ayah saya kini menjadi menantu saya.
Dan tak kalah anehnya, istri saya yang tadinya memanggil ayah saya, ayah mertua, kini berbalik, ayah saya juga ikut memanggilnya ibu mertua” ujarnya sambil tertawa terbahak-bahak.
“Keruwetan keluarga kami bertambah ketika anak perempuan istri saya itu, yang juga ibu angkat saya, melahirkan seorang anak laki-laki. Anak ini adalah adik laki-laki saya, karena dia adalah anak ayah saya, tetapi dia juga sekaligus adalah anak laki-laki dari anak perempuan istri saya, yang membuatnya menjadi cucu dari istri saya. Dengan demikian membuat saya menjadi kakek dari adik saya sendiri. Ruwet < xml="true" ns="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" prefix="st1" namespace="">kan?” lanjutnya sambil terkekeh-kekeh.
Masih sambil tertawa lucu, dia meneruskan: “O, keruwetan ini belum selesai. Justru tambah berbelit-belit, ketika tak lama kemudian, istri saya juga melahirkan seorang anak laki-laki dari pernikahannya dengan saya. Sekarang, saudara perempuan dari anak laki-laki saya, yang sama dengan ibu angkat saya, kini juga harus dipanggil nenek oleh anak laki-laki saya. Kejadian ini juga membuat ayah saya menjadi kakak ipar dari anak laki-laki saya, karena kakak perempuannya adalah istri ayah saya. Saya juga menjadi kakak ipar dari ibu angkat saya. Istri saya menjadi tante dari anaknya sendiri. Anak laki-laki saya juga adalah keponakan ayah saya, dan saya akhirnya juga menjadi kakek dari diri saya sendiri.”

Ini adalah salah satu contoh keluarga abad 21 yang tidak karu-karuan. Sesungguhnya, istilah “keluarga” telah kehilangan maknanya di zaman ini. Sungguh, suatu krisis yang mengerikan, bukan? Firman Tuhan mengingatkan kita, “Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah (keluarga), sia-sialah usaha orang yang membangunnya.” (Mazmur 127: 1a).Bagaimana dengan keluarga Anda? Kesuksesan yang sejati tidak lepas dari keluarga yang harmonis, penuh tanggung jawab, dan menjadi kesaksian di tengah-tengah dunia yang semakin menjauh dari kebenaran Firman Tuhan.




  1. Pengharapan Yang Pasti:

Kalimat agung dan mulia yang ketiga yang diucapkan Tuhan Yesus diatas kayu salib di Golgota adalah: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus!” (Lukas 23:43).  Perkataan ini diucapkan Tuhan Yesus kepada salah seorang penjahat yang ikut disalibkan disamping-Nya. Karena ia bertobat dan beriman kepada ke-Tuhan-an Yesus, maka ia diberikan jaminan keselamatan yang sepenuhnya berdasarkan anugrah Allah. Inilah pengharapan yang pasti, yang ditawarkan Tuhan Yesus menjelang kematian-Nya. Iman sang penjahat yang besar – walaupun dia tidak menyaksikan kebangkitan Yesus, justru hanya menyaksikan penyalibanNya yang sadis dan kejam – justru dia menemukan keajaiban yang besar dan agung pada saat penyaliban yang mengerikan itu. Dia menemukan ‘mutiara sukses’ Tuhan Yesus di Golgota ini. Iman yang sedemikianlah yang menyelamatkan jiwanya. Penjahat itulah yang mendapatkan penghormatan khusus, hadiah khusus, yaitu sebagai ‘orang pertama’ yang diijinkan masuk ke Firdaus, sorga yang mulia.

Orang yang sukses di dunia dan di akhirat adalah orang yang memiliki pengharapan yang pasti, yaitu keselamatan dari Yesus Kristus. Dia yakin bahwa ketika meninggalkan dunia ini kelak, dia memiliki garansi pasti masuk ke sorga. Ya, pasti. Bukan mudah-mudahan, atau semoga, atau ‘insya Allah’ diijinkan masuk ke sorga. Tidak! Melainkan suatu kepastian yang 100%. Semua ‘keberhasilan’ di dunia akan menjadi sia-sia dan hampa bila kita tidak memiliki pengharapan dan jaminan yang pasti ini.

Saya mengunjungi seorang jemaat yang terbaring di rumah sakit karena sakit kanker. Umurnya sekitar 65 tahun. Sudah sekitar dua tahun ini dia mengidap kanker, dan kini dalam tahap yang terakhir, dia harus dirawat di rumah sakit. Lebih dua minggu dia sudah terbaring disana. Setelah beberapa kali membesuknya, pagi itu saya melihatnya lagi. Selama ini tidak wajahnya tidak tampak sedih. Hanya biasa saja. Selama ini setiap kali membesuknya, kami hanya membaca Alkitab, bernyanyi, dan berdoa untuknya. Masih memohon kepada Tuhan bila Dia berkehendak, Dia sanggup menyembuhkan dengan kuasa mujizatNya. Bila tidak, biarlaj kehedak Tuhan yang terbaik yang terjadi, dan biarlah kami semua belajar taat. Pagi itu saya memberanikan diri bertanya kepadanya: “Pak, apabila hari ini adalah hari terakhir bapak di dunia ini, artinya bapak harus menghembuskan nafas yang terakhir, siapkah bapak menghadap Tuhan? Yakinkah bapak roh bapak akan pergi ke sorga?” tanya saya dengan hati-hati. Diluar dugaan, sang bapak tersenyum dan menjawab dengan tegas: “Saya yakin 100% saya akan ke sorga. Saya siap dipanggil Tuhan kapan saja”.  Wow, saya bangga dengan iman yang sedemikian. Lalu saya tanya lagi: “Mengapa bapak bagitu yakin?”  Kembali dengan wajah cerah dan tersenyum dia berkata: “Tuhan adalah gembalaku, selama ini aku merasakan tuntunanNya. Walaupun aku harus mengidap penyakit ini, namun penyakit ini tidak menguasaiku. Tuhanlah yang menguasai dan memimpin aku. Walau harus melewati baying-bayang maut, aku tahu pasti Dia memegang aku dan menuntun aku.” Tiada kata yang bisa dilanjutkan lagi, saya hanya mengaminkan penjelasan imannya yang kuat dan tegar itu.

Ini adalah sebuah contoh nyata dari seseorang yang imannya kuat, yang memiliki  pengharapan yang pasti dalam Yesus Kristus. Sebuah contoh orang yang sukses menjalani hidup di dunia ini dan di akhirat nanti. Sesungguhnya, pengharapan yang sejati dalam hidup dan pelayanan kita adalah keselamatan yang pasti dalam Yesus Kristus. Pengharapan itu juga memberikan kita motivasi yang baru dan kekuatan yang besar untuk memproklamirkan berita keselamatan yang pasti bagi dunia yang berdosa. Rasul Paulus melukiskan pengharapan pasti ini sebagai ‘rahasia yang tersembunyi’ yang amat berharga. Berita ini yang diberitakannya dengan tekun dan setia sesuai dengan hikmat dari Allah. Dia menuliskan, “Baik perkataanku maupun pemberitaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata hikmat yang meyakinkan, tetapi dengan keyakinan akan kekuatan Roh, supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah. Tetapi yang kami beritakan ialah hikmat Allah yang tersembunyi dan rahasia, yang sebelum dunia dijadikan, telah disediakan Allah bagi kemuliaan kita.” (I Korintus 2:4-5,7).

Sudahkah Anda memiliki pengharapan yang pasti itu? Bila belum, terimalah Kristus sekarang juga! Bila sudah, beritakanlah kepada mereka yang masih diluar ‘pintu keselamatan’. Iman itu timbul dari pendengaran Firman (Injil keselamatan). Bila mereka tidak mendengarkan Injil (Kabar Baik) itu, bagaimana mereka dapat diselamatkan? Bagaimana mereka mendapatkan pengharapan nyang pasti?




  1. Siap Menanggung Derita:

Kalimat agung keempat yang diucapkan oleh Tuhan Yesus diatas kayu salib di Golgota adalah: “Eloi, Eloi, lama sabakhtani?” yang berarti “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Markus 15:34).  Ini adalah satu-satunya pertanyaan yang diajukan Tuhan Yesus kepada Bapa bukan saja di atas kayu salib, melainkan dalam sepanjang hidup inkarnasiNya di muka bumi ini. Di saat Dia mengucapkan pertanyaan ini Dia sebenarnya mewakili seluruh umat manusia berdosa untuk menanggung derita yang amat dalam yaitu “keterpisahan” dengan Bapa – bagaikan derita neraka yang mengerikan. Tidak heran, kalau langitpun ikut gelap selama tiga jam lamanya. Inilah klimaks penderitaanNya bagi umat manusia yang berdosa. Bagi saya dan bagi Anda. KeagungganNya, kasihNya, pengorbananNya, penderitaanNya sungguh ajaib dan melampaui pemikiran kita. Bukanlah Dia Sang Pencipta, mengapa Dia rela mati bagi umat ciptaanNya? Bukankah Dia Maha Adil, mengapa Dia tidak adil dengan diriNya demi menanggung hukuman keadilan yang harus dibayar manusia? Bukankah Dia Maha Kudus, mengapa Dia rela menjadikan diriNya berdosa dengan menanggung dosa seluruh umat manusia yang memberontak kepadaNya? Bukankah Dia Maha Mulia, mengapa Dia rela menanggung noda, malu, dan najis yang kita miliki dan lakukan? Bukankah Dia adalah Terang, mengapa Dia rela masuk dalam kegelapan dunia manusia yang berdosa? Sungguh! Sekali lagi diulangi, sungguh! Inilah kasih yang ajaib, yang agung, yang mulia, yang kudus, yang meledakkan pikiran dan hikmat manusia yang terbatas dan  menghanyutkan emosi manusia yang terdalam. Bila sampai disini kita masih berkata: “Aku tidak mengerti dengan pikiranku, dan aku tidak bisa menyelami dengan parasaanku; itu normal dan memang begitulah adanya. Faktanya, Yesus Kristus rela dan sudah menanggung seluruh derita akibat dosa manusia yang najis dan kotor dan yang pantas dibinasakan. Terimalah fakta ini dengan hati yang bersyukur, dan pikiran yang mengagumi keagungan dan keajaiban cinta kasihNya!  

Lalu, ‘mutiara sukses’ apa yang kita pelajari dari kalimat agung di Golgota ini? Tidak jarang, dalam hidup dan pelayanan kita sehari-hari, kita mengalami situasi dan kondisi yang “gelap”bagaikan ditinggalkan oleh Allah Bapa. Mungkin saja penghinaan, penderitaan, sakit hati, disalah-mengerti, dikhianati, atau bahkan diancam oleh maut. Namun demikian, sesungguhnya tidak ada penderitaan yang melebihi apa yang dialami oleh Yesus Kristus, bukan? Sebab itu jangan takut atau cepat berputus asa. Yakinlah, bahwa kekuatan kasih Yesus Kristus melampaui segala penderitaan yang bisa kita pikirkan. Rasul Paulus meyakinkan kita bahwa tidak ada penderitaan apapun yang bisa memisahkan kita dari cinta kasih Kristus. Dia menuliskan, “Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? Seperti ada tertulis: "Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan." Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita. Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (Roma 8:35-39).  Di pihak lain, seringkali derita yang kita alami itu pada akhirnya diubahkan Tuhan menjadi kebaikan atau manfaat yang membawa kita lebih unggul, lebih kreatif,lebih efektif, dan produktif dalam hidup dan pelayanan kita. Akibatnya hidup kita lebih memancarkan kemuliaan Allah yang berkilauan ibarat mutiara yang mahal harganya. Coba perhatikan ilustrasi dibawah ini.

Tiram adalah binatang laut yang menghasilkan mutiara yang indah dan mahal harganya. Kaum wanita khususnya rela mengeluarkan sejumlah uang yang tidak sedikit untuk membeli mutiara yang akan menambah kecantikan penampilan mereka. Entah itu dijadikan cincin yang menghiasi jari, atau kalung yang menghiasi leher, gelang yang menghiasi pergelangan tangan atau kaki, anting-anting yang menghiasi telinga, dls. Ada berbagai macam warnanya. Ada yang putih, hitam, merah muda, kuning gading, dan warna lainnya. Semuanya mengkilau, menakjubkan, dan menarik hati. 

Namun, tahukah Saudara bahwa tiram tidak menghasilkan mutiara dengan mudah, bagai ikan melahirkan anaknya, atau bagai ayam menghasilkan telurnya? Sebutir mutiara yang indah dalam rumah tiram sesungguhnya adalah hasil dari sebuah reaksi terhadap luka yang disebabkan gangguan (iritasi) dari luar. Apakah itu sebutir pasir atau ‘sesuatu lain’ yang masuk ke dalam rumah tiram dan melukai bagian tertentu dari tubuh sang tiram. Lalu, luka itu diperbaiki oleh ‘unsur-unsur lain’ dari tubuh sang tiram. Bagian yang terluka itu ditutupi dan disembuhkan dalam proses waktu yang cukup lama. Bisa saja berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Akhirnya bagian yang terluka itu tercipta menjadi sebutir mutiara yang indah dan berkilauan.

Dalam kehidupan dan pelayanan kita di dunia ini seringkali ada gangguan (iritasi) yang melanda; apakah itu masalah sakit penyakit, masalah keluarga, finansial, pekerjaan, studi, dan berbagai aspek lainnya. Selain masalah hidup, seringkali juga Iblis ‘menyerang’ dengan berbagai taktiknya yang mencoba menjatuhkan iman, kehidupan dan pelayanan orang percaya. Pertanyannya, bagaimanakah reaksi Saudara selama ini terhadap iritasi yang melukai hidup Saudara? Apakah Saudara mencoba melarikan diri dari kenyataan? Atau marah tak terkendali? Frustrasi dan depresi? Menyerah dan putus asa? Atau merencanakan bunuh diri? Semua itu bukan jalan keluar yang baik dan benar. Alkitab mengajarkan kita agar tetap bertahan, siap menghadapinya dengan iman yang teguh. Pada waktunya nanti orang percaya akan melihat kemuliaan Allah yang indah bagaikan mutiara yang dihasilkan oleh tiram yang terluka. Rasul Paulus menuliskan Firman Tuhan demikian, “Sebab aku yakin bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita. Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!” (Roma 8:1812:12).
  
Sebenarnya pertanyaan Tuhan Yesus sudah mewakili semua pertanyaan “Mengapa” dari kita. Sebab itu, ada baiknya kita berhenti bertanya “Mengapa?” bila ada cukup banyak hal yang tidak atau belum kita mengerti di dunia ini. Khususnya ketika penderitaan datang menyerang dengan mendadak ibarat petir yang menyambar di siang bolong. Belajarlah untuk tidak bertanya ‘mengapa’ dan belajarlah untuk berdiam diri di hadapan Tuhan dan tetap bersabar dan berdoa dengan tekun. Lalu, belajatr pula menggantikannya dengan pertanyaan “Apa?” Bertanyalah: “Apa yang dapat saya lakukan lagi bagi-Mu, Tuhan?”  Masih ada hal apa yang bisa saya lakukan untuk memuliakan NamaMu dan untuk menjadi berkat bagi orang lain? Rasul Paulus bahkan menuliskan bahwa menderita bagi Kristus pun adalah sesuatu ‘hak istimewa’ dan ‘penghargaan’ yang dianugrahkan Allah kepada kita. Dia menuliskan “Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia.” (Filipi 1:29). Menderita bagi Kristus dan InjilNya bukanlah tanda kegagalan – walaupun bagi dunia ini adalah tanda kebodohan dan kegagalan, namun sesungguhnya adalah suatu kebahagiaan dan kesuksesan yang sejati. Sukses yang bernilai kekal. Tuhan Yesus berkata dalam kotbah diatas bukit tentang ‘Delapan Sabda Kebahagiaan’: “Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.” (Matius 5:10-12).




  1. Kerinduan Memenangkan Jiwa-Jiwa Yang Terhilang:

Kalimat agung dan mulia yang kelima yang diucapkan Tuhan Yesus diatas kayu salib di Golgota adalah: “Aku haus!” (Yohanes 19:28).  Kehausan Tuhan Yesus disini tidak saja bersifat jasmani, tetapi yang lebih penting adalah bersifat rohani yang merindukan jiwa-jiwa yang tersesat kembali kepada Allah Bapa. Teriakan Tuhan Yesus merupakan ungkapan kasih-Nya yang tidak pernah berkesudahan. Kehausan yang bersifat rohani ini sebenarnya sudah diwujudkanNya dalam seluruh pelayananNya ketika Dia inkarnasi ke dunia ini. Misi yang diembanNya adalah untuk menyelamatkan manusia yang terhilang. Dia berkata: “Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat.” (Lukas 5:32). Tuhan Yesus tahu bahwa Dia akan mati dan bangkit dan naik ke sorga. Namun, misiNya di dunia ini harus diteruskan. Sebab itu Dia mempersiapkan para muridNya untuk meneruskan misi memenangkan jiwa-jiwa yang terhilang yang ada di dunia ini. Selama tiga tahun setengah Dia mempersiapkan mereka dan kini Dia siap menyerahkan tongkat estafet itu kepada mereka.

Kehausan Tuhan Yesus belum selesai, melainkan terus berkesinambungan. Sebab itu setelah Dia bangkit, selama empat puluh hari Dia menampakkan diri kepada para murid dan sebelum Dia naik ke sorga, Dia menegaskan kembali kehausanNya dengan memberikan Amanat AgungNya agar para murid meneruskan misi ini. Katanya: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum. . . . jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Markus 16:15-16; Matius 28:19-20). Perintah ini tentunya tidak hanya diberikan kepada para murid waktu itu, tetapi uga kepada semua orang percaya, yang sudah menjadi muridNya mendapatkan ‘mandat’ ini untuk meneruskan pekerjaan pekabaran Injil kepada jiwa-jiwa yang terhilang.

Mutiara sukses apa yang kita pelajari dari perkataan agung ini? Bahwa sukses yang sejati adalah ketika kita terlibat dalam pekerjaan memenangkan jiwa-jiwa yang terhilang. Tidak ada upah yang lebih besar daripada memenangkan jiwa untuk Kerajaan Sorga. Karena nilai satu jiwa sesungguhnya lebih besar daripada harta yang ada di seluruh dunia ini. Perhatikan perkataan Tuhan Yesus, “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?” (Matius 16:26).  Alkitab juga menyaksikan bahwa pekerjaan pekabaran Injil adalah satu-satunya pelayanan yang bisa mengguncang sorga. Ketika satu orang yang bertobat dan percaya melalui pelayanan pekabaran Injil ini, seluruh malaikat di sorga akan bersorak-sorai. Tiada pekerjaan lain yang sanggup mengguncang sorga. Entah Anda mendapatkan kekayaan seluruh dunia, atau kuasa besar untuk memerintah dunia, atau kecantikan/ kegagahan yang luar biasa, atau apa saja yang Anda peroleh di dunia ini, sesungguhnya sorga akan hening dan tak bergeming. Tuhan Yesus berkata: “Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat.” (Lukas 15:10).

Salah satu tujuan utama dalam hidup dan pelayanan orang percaya adalah pengabaran Injil yang berkesinambungan. Tanpa pengabaran Injil, gereja akan mati dan manusia yang tersesat akan terhilang selama-lamanya. Ijinkan saya bertanya kepada Anda: “Apakah fokus hidup dan pelayanan Anda selama ini mencerminkan kehausan terhadap jiwa-jiwa yang belum diselamatkan?” “Sudah berapa lama Anda menjadi orang percaya? Berapa jiwa yang sudah Anda bawa kepada keselamatan dalam Kristus?”  “Adakah orang-orang sekitar Anda yang belum menerima anugrah keselamatan dalam Kristus?” Semua pertanyaan diatas saya harap akan mendorong Anda berteriak ‘aku haus’ seperti kehausan Tuhan Yesus, membuat Anda berpikir serius dan merencanakan dengan baik untuk menceritakan kasih Kristus mulai dari orang-orang di sekitar Anda. Sesungguhnya pelayanan pekebaran Injil yang berkesinambungan ini tidak mengenal waktu, situasi-kondisi, atau lokasi. Karena kita tidak tahu kapan kesempatan ini ditutup, dan kapan kita dipanggil Allah untuk mempertanggung-jawabkan hidup kita di hadapanNya. Perhatikan peringatan yang diberikan oleh rasul Paulus, “Di hadapan Allah dan Kristus Yesus yang akan menghakimi orang yang hidup dan yang mati, aku berpesan dengan sungguh-sungguh kepadamu demi penyataan-Nya dan demi Kerajaan-Nya: Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran.” (II Timotius 4:1-2).




  1. Tanggung Jawab Yang Tuntas:

Kalimat agung dan mulia yang keenam yang diucapkan Tuhan Yesus diatas kayu salib di Golgota adalah: “Sudah selesai!” (Yohanes 19:30). Ini adalah kalimat kemenangan dimana Kristus sudah membayar lunas hutang dosa yang harus kita bayar kepada Allah emi keadilanNya. Dapat dikatakan misiNya ketika Dia inkarnasi ke muka bumi ini telah diselesaikanNya dengan baik. Dengan kata lain Dia telah menunjukkan tanggung jawabNya secara tuntas dan total. Allah Bapa berkenan dan puas dengan apa yang sudah dikerjakanNya. Istilah “sudah selesai” juga berarti “sudah lunas” yang menunjukkan bahwa kematianNya sungguh telah melunasi seluruh hutang yang harus ditanggung oleh manusa berdosa. Oleh Anda dan saya. Rasul Paulus menuliskan,“Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” (I Korintus 6:20). Sebagai konsekwensinya setiap orang yang sudah menerima anugrah keselamatan dari Kristus, hidup dan pelayananNya hendaklah memuliakan Allah. Apa wujudnya yang nyata? Menjadi hamba Kristus, bukan hamba manusia. Dia menuliskan, “Kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar. Karena itu janganlah kamu menjadi hamba manusia.” (I Korintus 7:23). Dengan kata lain melayani pekerjaan Kristus dengan tanggung jawab yang tuntas. Inilah ‘mutiara sukses’ yang bisa kita petik dari ucapan agung Kristus ini. 

Hidup dan pelayanan yang sukses ditandai dengan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab secara tuntas. Mereka yang tidak mengerti dan tidak menyelami pengorbanan Kristus, biasanya akan melayani setengah-setengah, asal-asalan, cepat putus asa, atau seenaknya meninggalkan apa yang sudah disepakati. Ada pula yang suka ‘ngambek’ dan mengancam berhenti, keluar, atau pergi tanpa berita. Memang kita yang hidup di abad Posmo yang sangat individualistik ini sangat dipengaruhi oleh ketidak-pedulian terhadap sesama. Berbicara soal tanggung jawab, manusia cenderung ‘melarikan diri’ daripada melibatkan diri. Lebih baik tidak usah tahu atau pura-pura tidak tahu. Saya sebut dengan ‘budaya cuek’. Sebenarnya ‘budaya cuek’ ini sudah ada sejak zaman Adam. Bapa ‘budaya cuek’ sesungguhnya adalah Kain, anaknya Adam. Coba perhatikan ceritanya.

Kain iri hati kepada adiknya Habil. Lalu dicarinyalah kesempatan untuk membunuh adiknya. Inilah pembunuhan yang pertama kali dicatat Alkitab atas diri manusia. Tuhan Allah bertanya kepada Kain; “Dimanakah adikmu Habil?” Kain menjawab Tuhan: “Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?” (Kejadian 4:9). Benarkah Kain tidak tahu dimana adiknya? Jelas sekali dia tahu. Namun dia pura-pura tidak tahu. Sengaja tidak mau tahu. Takut untuk memberi tahu, atau sebenarnya ingin melarikan diri dari tanggung jawab dari segala perbuatannya. Bahkan, dia berani menantang Tuhan dengan bertanya: “Apakah aku penjaga adikku?” Tuhan Allah itu adil. Konsekwensi dari ‘budaya cuek’ ini adalah hukuman Tuhan atas Kain. Tangan Tuhan yang menunjuk kepadanya membuatnya hidup terkutuk, terbuang dari tanah yang mengangakan mulutnya untuk menerima darah adiknya, dan segala usahanya tidak akan memberikan hasil sepenuhnya (Kej.4:11-12). Sungguh, konsekwensi yang berat, bukan? 

Sikap Kain inilah yang saya sebut dengan sikap masa bodoh, tidak peduli, dan tidak mau tahu inilah yang disebut dengan ‘budaya cuek’.  Memang hidup di dunia global di zaman Posmo yang sangat individualitik ini telah menghasilkan manusia “model Kain” yang cuek, tidak mau tahu, tidak peduli, egois, dingin, kaku, dan menutup diri. Bahasa indahnya adalah “privacy”, namun faktanya adalah “isolasi”.  Budaya ini sangat berbahaya. Menurut Prof. Philip Zimbardo, dosen Psikologi di Stanford University, “isolasi adalah pembunuh potensi yang terhebat. Pengaruhnya amat fatal baik secara phisik maupun mental. Telah terbukti sebagai agen utama dari penyakit depresi, paranoia, schizophrenia, kejahatan pemerkosaan, pembunuhan, dan berbagai jenis penyakit lainnya.” Fakta ini seharusnya membangunkan kita untuk menularkan kembali ‘mutiara sukses’ yang keenam ini; yaitu bertanggung jawab dengan tuntas. Caranya? Mulailah pediuli dengan orang-orang di sekitar kita. Coba bayangkan seolah-olah Tuhan bertanya kepada Anda: “Dimanakah adikmu? kakakmu? orang tuamu? anakmu? temanmu? sesamamu?” Bagaimanakah jawaban Anda? Firman Tuhan mengingatkan kita, “Hendaklah kasih itu jangan pura-pura! Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik. Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat” (Roma 12:9-10).

Perkataan Tuhan Yesus “sudah selesai” juga memberikan peringatan kepada kita bahwa Allah dapat memanggil kita kapan saja untuk memberikan pertanggungan jawab atas seluruh hidup dan pelayanan kita. Ijinkan saya bertanya kepada Anda: “Siapkah Anda menghadap Dia bila malam ini Anda dipanggilNya? Bila dalam perjalanan hidup dan pelayanan kita sehari-hari sungguh diwarnai dengan ‘mutiara sukses’ ini – tanggung jawab yang tuntas --  saya yakin kita siap kapanpun dipanggilNya. Mari! Janganlah kita dipengaruhi oleh ‘budaya cuek’ abad Posmo ini, melainkan memberikan pengaruh yang positif, yang penuh tangung jawab, perhatian, cinta kasih, dan penuh keseriusan untuk membawa mereka yang terhilang berbalik kepada anugrah Allah dalam Yesus Kristus. Penulis surat Ibrani mengingatkan kita,  “Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab.” (Ibrani 4:13).



  1. Setia Sampai Mati:

Kalimat agung dan mulia yang ketujuh yang diucapkan Tuhan Yesus diatas kayu salib di Golgota adalah: “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku!” (Lukas 23:46). Tuhan Yesus tidak membayar hutang dosa kita dengan nyawa-Nya kepada iblis, melainkan kepada Bapa. Sebab itu, Dia tidak menyerahkan nyawa-Nya kepada iblis, melainkan kepada Allah Bapa. KesetiaanNya dalam ‘melayani’ manusia berakhir sampai kematiaanNya yang berkemenangan, karena Dia kembali kepada Bapa. Alkitab menegaskan, “Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (Markus 10:45).  

‘Mutiara sukses’ apa yang bisa kita pelajari dari perkataan Tuhan Yesus ini? Tentunya keteladanan Dia yang setia sampai mati. Rasul Paulus menangkap ‘mutiara sukses’ ini dan menerapkannya dalam hidup dan pelayanan dia. Tidak heran di akhir hidupnya, dia berkata, “Mengenai diriku, darahku sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan dan saat kematianku sudah dekat. Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya.” (II Timotius 4:6-8). Indah sekali bahwa mereka yang setia sampai mati akan menerima ‘mahkota kebenaran’ yang sudah disediakan Allah bagi siapa saja yang sungguh sukses di dunia ini dan di akhirat. Rasul Yohanes menuliskan Firman Tuhan bahwa orang yang setia sampai mati juga akan diberikan mahkota kehidupan. Sungguh, suatu pengharapan yang menakjubkan bukan? “Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan.” (Wahyu 2;10b).  Dalam hidup dan pelayanan kita di dunia ini, sesunguhnya kita dituntut agar setia sampai mati.  Kesuksesan sejati dalam hidup dan pelayanan kita dapat dilihat dan dibuktikan oleh kesetiaan kita hingga saat kita menghembuskan nafas yang terakhir di muka bumi ini.

Policarpus, bishop di Smirna memberikan teladan yang sempurna ketika dia menjadi “martir” yang mati syahid demi kesetiaannya kepada Kristus dan FirmanNya. Hari itu 23 Februari tahun 155, adalah hari “Permainan Umum” yang biasanya diisi dengan pertandingan antara manusia dengan binatang buas, budak dengan budak, penganiayaan orang Kristen, dan penyembahan kepada kaisar Roma. Rakyat kota Smirna berkumpul penuh sesak dan bersemangat. Tiba-tiba mereka berteriak: “Musnahkan atheis, enyahkan Policarpus!” Pada waktu itu orang Kristen disebut atheis karena dianggap menyembah Tuhan yang tidak kelihatan. Sebagai pemimpin gereja Policarpus ditangkap dan hari itu diputuskan untuk dihukum mati. Dia diusulkan agar diberikan makanan dan minuman kesukaannya untuk yang terakhir kali, namun dia menolaknya. Sebaliknya dia meminta waktu satu jam untuk berdoa. Kepada murid-muridNya dan pengikutnya dia berkata: “Aku telah siap dibakar hidup-hidup demi kesetiaannya kepada Kristus!”

Dalam perjalanan menuju ke pusat kota, seorang tua menasihatinya: “Apa salahnya engkau mengaku Kaisar adalah Tuhan dan persembahkan korban baginya, dan kau akan dibebaskan!”  Tetapi bagi Policarpus, Tuhannya hanya satu, yaitu Yesus Kristus. Ketika memasuki arena penghukuman, algojo memberikan dia pilihan untuk mengutuk nama Kristus dan mempersembahkan korban bagi Kaisar atau tetap setia kepada Kristus namun akan mati dibakar hidup-hidup. Policarpus berkata dengan tenang dan gagah berani: “Delapan puluh enam tahun saya sudah melayani Kristus, dan Dia tidak pernah berbuat jahat kepadaku. Bagaimana aku bisa menghujat RajaKu yang sudah menyelamatkanku?” Algojo menggertaknya dengan api, tetapi Policarpus berkata, masih dengan tenang dan kuat: “Engkau menakut-nakuti aku dengan api yang sementara dan akan padam segera. Tidak tahukah engkau bahwa api yang menunggu orang-orang fasik pada penghakiman terakhir adalah api yang takkan pernah padam? Mengapa engkau diam dan menunggu? Ayo, lakukanlah tugasmu!”

Ketika dia akan diikat untuk dibakar, Policarpus mengatakan: “Biarkan aku seperti sekarang, karena Dia yang memberikan aku kekuatan untuk menanggung api akan menjamin aku tetap kuat dan teguh tak bergerak dalam api.”  Mereka membiarkan dia dikelilingi kayu bakar tanpa ikatan dan api dinyalakan. Policarpus berdiri dengan kokoh dan gagah dan dengan suara nyaring dia berdoa dengan penuh iman, sukacita, pujian, dan memuliakan Nama Bapa, Yesus Kristus dan Roh Kudus. Kejadian ini membuat segenap kota Smirna gempar dan kagum. Kesetiaan Policarpus hingga mati membuat orang banyak melihat perbedaan yang konkret antara orang percaya dan orang yang tidak percaya. Hal ini menguatkan orang percaya dan menjadi berita kesaksian bagi mereka yang belum percaya. Kematian para martir sepanjang zaman sesungguhnya telah menjadi benih yang melahirkan dan menumbuhkan gereja Tuhan secara pesat hingga hari ini.

Saya tidak tahu penderitaan dan tantangan apa yang akan kita alami di abad 21 ini. Penderitaan itu sesungguhnya tidak perlu dicari-cari atau dibuat-buat. Jikalau Tuhan mengijinkan kita mengalaminya, Dia akan memberikan kita kekuatan untuk menanggungnya. Yang penting, hati kita siap, dan tekad kita bulat untuk setia kepadaNya sampai mati, apapun yang akan terjadi. Ya. Setia sampai mati.


Sumber :   Dipersembahkan oleh Google Sites